Senin, 08 Juni 2015

kisah menara jam yang terlupakan di kota Bandung


     Sebuah jam yang dipasang untuk publik memiliki fungsi sebagai petunjuk waktu bagi masyarakat. Sebut saja di Bukitinggi dengan jam gadangnya. Atau di London, dengan menara jam setinggi 96 meter yang diberi nama “Big Ben”. Namun di Kota Bandung lain lagi. ada sebuah jam yang kondisinya Saat ini seolah hanya sebatas pajangan, mati segan hidup tak mau. Padahal, sebuah jam bisa menjadi ikon dari sebuah kota. Terlebih lagi keberadaan jam ini sudah berdiri cukup lama dan berlokasi hampir dekat dengan pusat kota Bandung.




      Sebuah menara yang berada di Jalan Abdul Rivai Kota Bandung, jam publik berbentuk tugu dengan ukuran lebih dari lima meter tersebut tampak selalu mati. Dari empat buah jam dinding di setiap sisinya, tak satu pun yang aktif sesuai waktu. Logika kerjanya sama, putaran sempurna. Sebagai informasi, jam publik di taman itu masih analog yang masih menggunakan jarum jam panjang dan pendek. dan kembali keberadaan jam ini seolah tak diperdulikan lagi oleh para pengendara kendaraan yang lalu lalang di sekitarnya. untuk penamaan saja hampir tidak ada yang mengetahuinya. Semoga saja untuk kedepannya pemerintah bisa menyelamatkan jam tersebut.




     Jam dua sudut menara Gedung Bank Mandiri Jalan Asia Afrika seolah mengalami nasib yang serupa. jam yang didesain oleh orang Belanda keadaannya turut memprihatinkan. Menara jam yang berdiri kokoh di bangunan bekas bagian penjara Banceuy itu juga mati. dikutip dari laman http://cakrawalabirumuda.blogspot.com/2009/06/jam-publik-nasibmu-kini.html Menurut Rusmiati (42), seorang penjual ketupat yang biasa mangkal di seputar Jalan Banceuy, jam dinding itu sudah mati sejak puluhan tahun silam. "Saumur teteh, jam nu di gedong eta teh tara pernah bener, tos puluhan taun," jelas Rusmiati sambil menunjukkan jam di menara itu.



       Dulu nama bangunan tersebut bernama bank Escompto kisah singkatnya adalah sebagai berikut. Nederlandsch-Indische-Escompto-Maatschappij atau disingkat NIEM adalah salah satu bank yang beroperasi pada jaman penjajahan Belanda. NIEM atau yang lbih dikenal dengan nama bank Escompto didirikan tahun 1857 dan tetap beroperasi  sampai tahun 1958. Pada  saat perusahaan Belanda dinasionalisasi dan ditetapkan dalam UU No. 86/1958 yang berlaku surut hingga 3 Desember 1957. Bank Escompto diambil alih oleh Pemerintah RI. Tahun 1960 nama Bank ini diganti menjadi Bank Dagang Negara (BDN). BDN ini akhirnya melebur menjadi Bank Mandiri hingga sekarang.



Sumber : 
http://cakrawalabirumuda.blogspot.com/2009/06/jam-publik-nasibmu-kini.html
http://achmadrizal.staff.telkomuniversity.ac.id/2013/10/25/bank-escompto-bank-dagang-negara-sampai-bank-mandiri/

sumber foto :
http://cakrawalabirumuda.blogspot.com/2009/06/jam-publik-nasibmu-kini.html
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1581005

Via Duct Bandung, jalan menuju suatu arah.



    Waktu saya masih kecil, setiap kali pulang dari rumah nenek saya di cimahi, saya selalu melewati bangunan ini. saya sering bilang "terowongan" tanpa tahu bangunan apa ini. dan ternyata bangunan ini adalah sebuah bangunan bersejarah dari kota Bandung.



   Viaduk atau Viaduct merupakan sebuah jembatan yang terdiri dari kolom/tiang yang berjarak pendek. Kata viaduct berasal dari Bahasa Latin yang artinya melalui jalan atau menuju sesuatu arah. Viaduct di Bandung merupakan kawasan yang diidentifikasi masyarakat sebagai sebuah jembatan kereta api yang di bawahnya ada jalan raya dan Sungai Cikapundung.  Adapun viaduct di Bandung, yang satu lokasinya sebelah barat Stasiun Bandung di jalan Pasirkaliki dan satu lagi di sebelah timur Stasiun itu yakni di Jalan Viaduct. Viaduct yang pertama di Pasir Kalikiweg dibangun pada tahun 1890-an dan yang kedua di Kebon Jukut dibangun pada tahun 1939. Masyarakat sangat mengenal Viaduct dan menjadikannya sebagai salah satu landmark kota.

   Viaduct itu menghubungkan jalan Parapatan Pompa (sekarang Jalan Suniaraja) dengan jalan Braga. Dulu jalan di jalan Braga ini buntu, namanya Gang Effendi. Lalu jalan di samping penjara Banceuy, yang sebelumnya adalah jalan kampung, dibuat tembus sampai ke Jalan Braga di Jalan Naripan. Viaduct yang berlokasi di jalan Viaduct Bandung itu lebih ramai karena jika Anda datang ke sana banyak yang bisa dilihat dan dinikmati sekaligus, seperti: jembatan jalan kereta api diatas jalan raya dan diatas sungai, dan sekaligus sering melihat kereta api lewat maklum dekat ke Satsiun Bandung. Berikut yang bisa dilihat yaitu sungai Cikapundung yang memotong Kota Bandung, ada patung Laswi dan patung Tentara pelajar, ada monument lokomotif, ada gedung tua Kantor PT  KA, dan juga ada gedung Indonesia mengugat.

Sumber :
 http://www.wisatabdg.com/2014/09/viaduct-bandung.html
https://sepanjangjk.wordpress.com/2011/12/10/ada-apa-di-viaduct-kota-bandung-2/
Sumber foto :
https://www.flickr.com/photos/ikhlasulamal/6025688179
https://aiwowma.wordpress.com/2010/07/30/suasana-bandoeng-tempo-doeloe/
https://sepanjangjk.wordpress.com/2011/12/10/ada-apa-di-viaduct-kota-bandung-2/
 https://www.pinterest.com/yusikom/bandung-history-yusikom-/

Minggu, 07 Juni 2015

Taman Loji, Menara yang terlupakan

   

Menara Simbol Kejayaan Perkebunan Karet milik Mr. WA Baron Van Baud yang telah berusia 173 tahun dengan perusahaan Perkebunan Karet bernama Oderneming Van Maatschapaij Baud sekitar  tahun 1841.

                Walikota Bandung terpilih saat ini yaitu Ridwan Kamil cukup aktif membuka banyak taman di Bandung. Sebut saja taman foto, pet park, taman pasupati, taman film dan masih banyak lagi taman taman yang sengaja dibuat untuk ruang publik. namun ada taman yang berdiri cukup lama di pinggiran kota Bandung namun namanya kurang dikenal oleh sebagain penduduk Bandung.

Di Sumedang tempo dulu, Jatinangor merupakan daerah perkebunan, tepatnya daerah perkebunan karet, pemilik perkebunan karet di Jatinangor adalah W.A Baron Baud seorang berkebangsaan Jerman. Jika anda memasuki kawasani kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, anda yang menggunakan kendaraan pribadi dan hendak melewati jalan menanjak yang berawal dari pangkalan bis DAMRI hingga pintu masuk Unpad sebelah Utara, anda akan melewati Institut Teknologi Bandung (dulu Universitas Winaya Mukti (Unwim)), pintu masuk lapangan golf Bandung Giri Gahana, serta jalan menuju Bumi Perkemahan Kiara Payung. Umumnya, mereka melewati jalan itu tanpa memperhatikan sisi jalan. Tanpa disadari, ternyata di kawasan itu terdapat sebuah situs bersejarah. Ketika anda sampai di sekitar ITB Jatinangor, di sisi kiri jalan, tepatnya dalam kawasan milik ITB, terdapat sebuah susunan huruf-huruf yang bertulisan "TAMAN LOJI". Mengapa dinamai Taman Loji? karena di dalamnya terdapat sebuah menara berwarna putih bergaya neo gothic. Kebanyakan orang yang melewati tidak mengetahui apa pun mengenai menara ini, bahkan menyadari keberadaannya pun tidak. Masyarakat sekitar menamai bangunan putih itu, Menara Loji.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Di Sumedang tempo dulu, Jatinangor merupakan daerah perkebunan, tepatnya daerah perkebunan karet, pemilik perkebunan karet di Jatinangor adalah W.A Baron Baud seorang berkebangsaan Jerman. Jika anda memasuki kawasani kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, anda yang menggunakan kendaraan pribadi dan hendak melewati jalan menanjak yang berawal dari pangkalan bis DAMRI hingga pintu masuk Unpad sebelah Utara, anda akan melewati Institut Teknologi Bandung (dulu Universitas Winaya Mukti (Unwim)), pintu masuk lapangan golf Bandung Giri Gahana, serta jalan menuju Bumi Perkemahan Kiara Payung. Umumnya, mereka melewati jalan itu tanpa memperhatikan sisi jalan. Tanpa disadari, ternyata di kawasan itu terdapat sebuah situs bersejarah. Ketika anda sampai di sekitar ITB Jatinangor, di sisi kiri jalan, tepatnya dalam kawasan milik ITB, terdapat sebuah susunan huruf-huruf yang bertulisan "TAMAN LOJI". Mengapa dinamai Taman Loji? karena di dalamnya terdapat sebuah menara berwarna putih bergaya neo gothic. Kebanyakan orang yang melewati tidak mengetahui apa pun mengenai menara ini, bahkan menyadari keberadaannya pun tidak. Masyarakat sekitar menamai bangunan putih itu, Menara Loji.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Di Sumedang tempo dulu, Jatinangor merupakan daerah perkebunan, tepatnya daerah perkebunan karet, pemilik perkebunan karet di Jatinangor adalah W.A Baron Baud seorang berkebangsaan Jerman. Jika anda memasuki kawasani kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, anda yang menggunakan kendaraan pribadi dan hendak melewati jalan menanjak yang berawal dari pangkalan bis DAMRI hingga pintu masuk Unpad sebelah Utara, anda akan melewati Institut Teknologi Bandung (dulu Universitas Winaya Mukti (Unwim)), pintu masuk lapangan golf Bandung Giri Gahana, serta jalan menuju Bumi Perkemahan Kiara Payung. Umumnya, mereka melewati jalan itu tanpa memperhatikan sisi jalan. Tanpa disadari, ternyata di kawasan itu terdapat sebuah situs bersejarah. Ketika anda sampai di sekitar ITB Jatinangor, di sisi kiri jalan, tepatnya dalam kawasan milik ITB, terdapat sebuah susunan huruf-huruf yang bertulisan "TAMAN LOJI". Mengapa dinamai Taman Loji? karena di dalamnya terdapat sebuah menara berwarna putih bergaya neo gothic. Kebanyakan orang yang melewati tidak mengetahui apa pun mengenai menara ini, bahkan menyadari keberadaannya pun tidak. Masyarakat sekitar menamai bangunan putih itu, Menara Loji.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Di Sumedang tempo dulu, Jatinangor merupakan daerah perkebunan, tepatnya daerah perkebunan karet, pemilik perkebunan karet di Jatinangor adalah W.A Baron Baud seorang berkebangsaan Jerman. Jika anda memasuki kawasani kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, anda yang menggunakan kendaraan pribadi dan hendak melewati jalan menanjak yang berawal dari pangkalan bis DAMRI hingga pintu masuk Unpad sebelah Utara, anda akan melewati Institut Teknologi Bandung (dulu Universitas Winaya Mukti (Unwim)), pintu masuk lapangan golf Bandung Giri Gahana, serta jalan menuju Bumi Perkemahan Kiara Payung. Umumnya, mereka melewati jalan itu tanpa memperhatikan sisi jalan. Tanpa disadari, ternyata di kawasan itu terdapat sebuah situs bersejarah. Ketika anda sampai di sekitar ITB Jatinangor, di sisi kiri jalan, tepatnya dalam kawasan milik ITB, terdapat sebuah susunan huruf-huruf yang bertulisan "TAMAN LOJI". Mengapa dinamai Taman Loji? karena di dalamnya terdapat sebuah menara berwarna putih bergaya neo gothic. Kebanyakan orang yang melewati tidak mengetahui apa pun mengenai menara ini, bahkan menyadari keberadaannya pun tidak. Masyarakat sekitar menamai bangunan putih itu, Menara Loji.

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
    Saat memasuki kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, baik itu mahasiswa maupun umum yang menggunakan kendaraan pribadi akan melewati jalan menanjak yang berawal dari pangkalan bis DAMRI Jatinangor hingga pintu masuk Unpad sebelah Utara. Dalam perjalanan tersebut, para mahasiswa melewati Universitas Winaya Mukti (Unwim), pintu masuk lapangan golf Bandung Giri Gahana, serta jalan menuju Bumi Perkemahan Kiara Payung. Umumnya, mereka melewati jalan itu tanpa memperhatikan sisi jalan. di kawasan itu terdapat sebuah situs bersejarah yang keberadaannya kurang disadari oleh masyarakat.

Di sisi kiri jalan, tepatnya dalam kawasan milik Unwim, terdapat sebuah menara berwarna putih bergaya neo gothic. Pada menara tua dan tidak terurus itu, terdapat tumbuhan liar yang memenuhi. Berbagai coretan pun mengotori tembok putihnya. Menara apakah itu? Kebanyakan orang yang melewati tidak mengetahui apa pun mengenai menara ini, bahkan menyadari keberadaannya pun tidak. Sulit untuk mengetahu nama pasti menara ini. Ada yang menyebutnya Menara Jam. Beberapa pihak menyebutnya sebagai Menara Baron Baud, sesuai dengan nama pemiliknya. Akan tetapi, masyarakat sekitar menamai bangunan putih itu, Menara Loji.

         Pada masa penjajahan, Jatinangor adalah areal perkebunan pohon karet. Pemilik perkebunan karet tersebut adalah seorang pria berkebangsaan Jerman, bernama Baron Baud. Ia bersama perusahaan swasta milik Belanda, pada tahun 1841, mendirikan perkebunan karet yang luasnya mencapai 962 hektar. Perkebunan ini membentang dari tanah IPDN hingga Gunung Manglayang. Untuk mengontrol perkebunannya yang luas, Baron Baud membangun sebuah menara. Menara ini dilengkapi dengan sebuah lonceng yang terletak di puncak menara dan tangga untuk sampai ke puncaknya.


Perkebunan teh Jatinangor pada tahun 1885

Menara Loji memiliki dua fungsi utama. Pertama, untuk mengawasi para penyadap karet yang ia pekerjakan. Kedua, sebagai penanda waktu kerja para penyadap karet. Pada pukul 05.00, lonceng dibunyikan, tanda bagi pekerja untuk mulai menyadap karet. Lonceng kembali berbunyi pada pukul 10.00, sudah saatnya bagi pekerja untuk mengambil mangkuk-mangkuk yang telah terisi getah karet. Terakhir, lonceng dibunyikan lagi pada pukul 14.00, para pekerja diperbolehkan pulang.

Memasuki masa kemerdekaan Indonesia, tanah perkebunan karet Jatinangor dinasionalisasikan, dan menjadi milik Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang. Sayangnya, Pemda tidak melakukan penjagaan yang baik terhadap situs ini. Pada tahun 1980, lonceng Menara Loji dicuri. Hingga kini, kasus pencurian ini belum terselesaikan. Pada tahun 1990, area perkebunan dialihfungsikan menjadi kawasan pendidikan dengan dibangunnya empat perguruan tinggi, yakni IPDN (Institut Pendidikan Dalam Negeri), Ikopin (Institut Koperasi Indonesia), Unpad, dan Unwim.
        
           Sekira tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang pun – selaku pihak yang seharusnya mengawasi pemeliharaan cagar budaya – tidak tahu-menahu mengenai kelanjutan kisah pencurian itu. Saat ini Menara Loji nampak tidak terurus. Perawatan terakhir menara ini berupa pengecatan ulang yang dilakukan oleh pihak Rumah Tangga UNWIM pada tahun 2000.

          Jembatan di Cikuda yang sering disebut dengan nama Jembatan Cincin pada mulanya dibangun sebagai penunjang lancarnya kegiatan perkebunan karet. Jembatan Cincin dibangun oleh perusahaan kereta api yang bernama Staat Spoorwegen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918 dan berguna untuk membawa hasil perkebunan. Pada masanya jembatan ini menjadi salah satu roda penggerak perkebunan karet terbesar di Jawa Barat dan setiap pagi hari hasil bumi dari Tanjungsari dibawa melalui jembatan ini untuk dijual di Rancaekek. Rutinitas itu berjalan terus sampai kemudian pada Perang Dunia II tentara Jepang mengangkut besi-besi rel untuk dilebur menjadi persenjataan perang.

       Sebagaimana halnya dengan Menara Loji, tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini. Baik Pemda Sumedang maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia) – dua pihak yang cukup berkepentingan dengan Jembatan Cincin – menyatakan bahwa pemeliharaan Jembatan Cincin tidak termasuk dalam tanggungjawabnya. Menurut PT KAI, jembatan ini tidak pernah diperbaiki karena sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan menurut Dinas Budaya dan Pariwisata Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, perawatan bangunan bersejarah tidak termasuk dalam tanggung jawab dinas tersebut karena dinas ini hanya bertugas memperhatikan dan membina nilai-nilai budaya.


sumber :
http://jatinangorpisan.blogspot.com/2008/01/menara-loji-saksi-sejarah-yang.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Jatinangor,_Sumedang

sumber foto :
http://sugenghadiyono.blogspot.com/2014/06/mengintip-kawasan-perkotaan-jatinangor.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Jatinangor,_Sumedang
http://log.viva.co.id/news/read/421819-bangunan-tempo-dulu-di-jatinangor Putri Megasarifey777

Jumat, 05 Juni 2015

Kerkhoff di Bandung Tempo dulu (bagian 3)


      Masih soal kerkhoff di Bandung, selanjutnya ada makam unik lain yang dapat kita temukan di makam Pandu. Pada makam ini terdapat patung seseorang berpakaian pilot dan helm yang sedang menundukkan kepala sambil memegang batu nisan. Pada nisan yang dipegangnya itu tertera nama Charles Philippe Marie Mathus Bogaerts dengan tahun lahir 1900 dan wafat 1933. Makam ini tidak sendirian, di sebelah kanannya terdapat sebuah makam lain dengan pahatan nama yang sudah samar, Johannes Cornelis Pols. Baling-baling pesawat yang sudah retak dan terbuat dari batu terletak di bagian atas makam. Angka tahun wafatnya sama dengan Bogaerts, 1933.

   
Kedua makam dengan bentuk unik ini agak tertimbun tanah dan tumbuhan liar. Ketiadaan informasi memang membuat makam ini tidak berbicara banyak. Namun dari catatan sejarah penerbangan di Indonesia dapat diketahui bahwa J. C. Pols adalah seorang penerbang berpangkat Letnan Satu Infanteri, sedangkan Dr. Ir. CPM. M. Bogaerts adalah seorang insinyur mesin militer dengan pangkat Kapten Infanteri. Kedua orang ini tewas dalam kecelakaan pesawat Fokker F.C. V 442 di Padalarang pada tanggal 31 Agustus 1933.




 
Kompleks Makam Laci
    Makam di blok ini mempunyai bentuk yang berbeda dengan makam pada umumnya. Di sini makam-makam hanya terlihat bagian nisannya saja yang terpajang berjajar dalam dua tingkat sehingga membentuk dinding yang penuh dengan nisan. Sepintas tampak hanya seperti susunan nisan yang ditempel di sebuah dinding. Tetapi ternyata bentuk sesungguhnya tidaklah seperti itu. Nisan-nisan ini seperti laci yang dapat kita tarik keluar. Di balik setiap nisan terdapat ruang memanjang yang cukup luas untuk menyimpan sebuah peti jenazah. Pada bagian bawah ruang terdapat dua jalur besi seperti rel yang berfungsi untuk menggeser masuk atau keluarnya peti jenazah.
Di Permakaman Pandu terdapat dua kompleks Makam Laci yang terpisah lokasinya. Masing-masing lokasi memiliki 52 kolom laci yang terbagi dalam barisan memanjang dan bertingkat dua. Nisan-nisan yang terpasang memiliki bentuk yang hampir mirip, umumnya persegi panjang, namun dengan bahan yang berbeda. Ada yang berbahan batu andesit, marmer lokal, sampai marmer impor dari Italia. Dari seluruh nisan yang ada, hanya sebagian saja yang tulisan-tulisannya dapat dibaca dengan mudah, yang lainnya kebanyakan sudah agak kabur dan perlu upaya ekstra agar dapat membacanya.

    Sebagian makam laci berada dalam kondisi yang menyedihkan, banyak batu nisan yang hilang sehingga bagian dalam makam terbuka lebar. Beberapa tahun lalu bahkan masih dapat kita temukan sisa tulang-belulang di dalam beberapa makam. Sebagian lagi dalam kondisi hampir seluruh bagian nisan tertutup tumbuhan liar. Selain beberapa nisan baru, seluruh nisan pada Makam Laci ini berasal dari tahun sebelum 1950.



  
Ereveld Pandu
Ereveld atau “Taman Kehormatan” Pandu adalah lokasi pemakaman tentara Belanda atau Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL) yang tewas pada masa revolusi kemerdekaan RI. Makam ini tertutup untuk umum, hanya anggota keluarga atau ahli waris saja yang dapat berkunjung ke sini. Selain pihak keluarga atau pemerintahan, maka siapa saja yang ingin berkunjung harus mendapatkan surat izin terlebih dulu dari kantor pusatnya di Jakarta. Di Indonesia terdapat tujuh kompleks Ereveld dan dua di antaranya ada di Priangan, yaitu di Bandung dan di Leuwigajah, Cimahi. Lima lainnya adalah Ereveld Menteng Pulo dan Ereveld Ancol di Jakarta, Ereveld Kalibanteng dan Candi di Semarang, dan Ereveld Kembang Kuning di Surabaya. Seluruh kompleks Ereveld ini mendapatkan biaya pemeliharaan dari pemerintah Belanda.


Kompleks Makam Pejuang Indonesia
Bila pejuang Belanda dimakamkan di Taman Kehormatan atau Ereveld yang sangat rapi dan teratur, lain lagi dengan pejuang Indonesia. Para pejuang pribumi ini dimakamkan di permakaman umum tanpa batas area yang jelas. Umumnya makam para pejuang ini ditandai dengan sebilah bambu kuning dengan bendera merah-putih yang ditancapkan di sebelah batu nisannya. Dari 109 makam yang berjajar dua baris ini hanya sedikit saja yang memiliki nama, yang lainnya hanya memiliki nomor saja pada nisannya. Salah satu makam pejuang di sini beberapa tahun lalu hampir saja dibongkar sebelum akhirnya diketahui tercatat atas nama Alexander Jacob Patty, seorang pejuang radikal dari Saparua yang wafat di Bandung pada tahun 1957.





sumber foto :
https://mooibandoeng.wordpress.com/2014/04/29/1269/

 sumber :
https://mooibandoeng.wordpress.com/2014/04/29/permakaman-bandung-tempo-dulu/

Kamis, 04 Juni 2015

Kerkhoff di Bandung Tempo dulu (bagian 2)

    


    Sebagian makam yang dibongkar dari Kebon Jahe dipindahkan ke Makam Kristen Pandu dan masih dapat ditemui di sana. Apabila makam-makam ini dikumpulkan di dalam satu area, tentu masih mampu menghadirkan cerita-cerita Bandung tempo dulu yang belakangan ini semakin diminati masyarakat Bandung. Berikut ini sebagian cerita nisan dan makam yang masih dapat disaksikan di kompleks Permakaman Pandu.

Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker
Di bidang arsitektur, kita sering dengar ungkapan bahwa Bandung adalah kotanya Schoemaker. Pernyataan seperti itu muncul karena di seluruh wilayah Bandung tersebar bangunan-bangunan monumental hasil karya arsitek Charles Prosper Wolff Schoemaker. Sebut saja Gedung Merdeka, Hotel Preanger, Gedung Majestic, Gedung Landmark, Gereja Bethel, Katedral Santo Petrus, Gedung Jaarbeurs (Kologdam), Villa Isola, Gedung PLN, Gedung Sabau, Masjid Cipaganti dan masih banyak lagi.
Wolff Shoemaker adalah seorang arsitek dan guru besar di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB). Ia lahir di Banyu Biru pada tanggal 25 Juli 1882, wafat di Bandung tanggal 22 Mei 1948 dan dimakamkan di Permakaman Pandu. Bentuk makamnya sangat sederhana dengan nisan berdiri berisi keterangan tanggal lahir dan wafat serta teks singkat riwayat hidupnya. Arsitek ini juga dikenal sebagai guru calon presiden RI pertama, Sukarno, semasa kuliah dan setelah bekerja sebagai juru gambar di biro arsitek milik Schoemaker. Sayang sekali tokoh ini sempat terlupakan sehingga makamnya pun hampir dibongkar karena tunggakan pembayaran pajak antara 1994-2006 sebesar Rp. 180.000,-.


Raymond Kennedy
Sepintas tidak ada yang istimewa dari makam ini. Tidak memiliki bentuk yang unik, tidak mewah seperti makam-makam di sekitarnya. Makam ini bahkan tidak akan menarik perhatian Anda bila melintasinya. Makam ini ditandai dengan dua buah nisan, satu nisan berdiri dan satu nisan berbaring. Nisan yang berdiri berupa batu besar dan tinggi, di beberapa bagiannya sudah ditumbuhi lumut sedangkan di bagian bawah sudah tertimbun tanah dan semak-semak. Pada batu itu terpahat nama yang sudah samar, Raymond Kennedy. Dibawah nama itu mungkin sebelumnya ada satu plakat lain, namun sudah hilang entah kemana.

Kennedy adalah seorang profesor antropologi dari Yale Univeristy yang sudah menulis tiga buah buku tentang etnologi Indonesia. Pada tahun 1950, Kennedy sudah tinggal setahun di sini dan sedang mengadakan penelitian tentang pengaruh kebudayaan barat di Indonesia. Semestinya, nisan Raymond Kennedy ini tidak sendiri, ada nisan seorang rekannya yang juga ikut terbunuh di jalur jalan antara Cimalaka dan Tomo, Robert Doyle, seorang jurnalis dari majalah Time and Life yang sedang mengadakan penelitian di kalangan petani di Priangan. Raymond Kennedy dan Robert Doyle sedang dalam perjalanan menuju Cirebon ketika di suatu lokasi dekat Cimalaka mereka dihentikan dan diinterogasi oleh sekelompok serdadu KNIL. Tidak jelas apa yang terjadi dalam interogasi itu, tetapi keduanya ditembak mati di tempat. Para serdadu memerintahkan warga untuk merahasiakan kejadian itu dan agar segera menguburkan kedua jenazah mereka. 

Selang sehari jenazah kedua orang ini ditemukan dan keesokan harinya berita tentang mayat Robert Doyle sudah dimuat di koran The New York Times. Kejadian ini dianggap sangat misterius sampai Perdana Mentri Moh. Hatta ikut berkomentar dan meyakinkan masyarakat bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan menelantarkan kasus ini sampai orang-orang yang bertanggung jawab diungkap dan dibawa ke pengadilan.Pada tanggal 30 April warga Amerika berkumpul untuk ikut mengantarkan jenazah Raymond Kennedy dan Robert Doyle yang dimakamkan di Permakaman Pandu. Beberapa waktu kemudian, para koleganya mempersembahkan monumen dan plakat yang sampai kini masih berdiri – walaupun tidak terawat – di Permakaman Pandu.



Makam Raymond Kennedy-1

Mausoleum Ursone
Mausoleum adalah bangunan yang memiliki ruangan untuk menyimpan satu atau lebih makam di dalamnya. Di Bandung, beberapa bangunan semacam ini dapat ditemukan di Permakaman Cikadut. Di dalam kota, mungkin hanya di Permakaman Pandu saja terdapat sebuah mauseloum dari masa Hindia Belanda, yaitu milik keluarga pengusaha peternakan berkebangsaan Italia, Ursone. Bangunan mausoleum yang indah ini berbentuk seperti kuil zaman Romawi kuno dengan dua patung malaikat di kedua sisi depannya mengapit pintu masuk. Pada bagian atas tertera tulisan dalam bahasa Latin – ORATE PRO NOBIS – yang berarti “Doakanlah Kami” dan di bawahnya, atau tepat di atas pintu masuk, terdapat tulisan Fam. Ursone.

Keluarga Ursone pernah membawa Kota Bandung menjadi sangat terkenal di awal abad ke-20. Keluarga ini membuka peternakan sapi di wilayah Lembang pada tahun 1895, lalu mendirikan pabrik pemerahan susu Lembangsche Melkerij Ursone yang terkenal sebagai pabrik penghasil susu berkualitas tinggi di Hindia Belanda. Saat mengawali peternakannya, keluarga Ursone memiliki 30 ekor sapi perah yang didatangkan langsung dari daerah Friesland di negeri Belanda. Dalam waktu singkat jumlah sapi ini bertambah sampai 250 ekor. Produksi susu yang awalnya hanya 100 botol saja bertambah menjadi ribuan liter setiap harinya. Produksi susu yang melimpah ini kemudian ditampung di Bandoengsche Melk Centrale, yaitu badan usaha gabungan para peternak dan pengusaha susu yang memiliki fasilitas pengolahan modern dan jaringan distribusi yang lebih luas.

Makam yang bangunannya dilapisi batu marmer ini merupakan pindahan dari kerkhoff Kebon Jahe.  Terdapat delapan nama dengan 11 nisan yang terpasang baik di bagian luar atau bagian dalam mauseloum ini. Kedelapan nama itu adalah A. C. Ursone v Dijk, A. Ursone, Antonio Domenico De Biasi, Dr. C. G. Ursone, G.M. Ursone, J. A. G. van Dijk, M. G. Ursone, P. A. Ursone.Tanggal lahir dan tanggal wafat ditulis dengan cara yang unik. Pada plakat A. C. Ursone v Dijk tertulis  –   yang artinya lahir pada tanggal 28 April 1881 dan wafat pada tanggal 10 Agustus 1919. Pada plakat Antonio Domenico De Biasi tertera   –   yang berarti lahir 12 Januari 1883, wafat 26 Desember 1966. Begitu pula pada plakat lainnya. Selain itu terdapat satu plakat besar di bagian dalam bangunan makam. Pada plakat yang berbaring itu tertulis nama Maria Giuseppa Ursone dengan keterangan lahir di Italia 23 April 1839 wafat di Bandoeng 1 September 1897.


 (to be Continue)

sumber & foto  : https://mooibandoeng.wordpress.com/2014/04/29/1269/







Kerkhoff di Bandung Tempo dulu (bagian 1)


    Sampai awal tahun 1970-an, ada objek wisata yang mungkin terdengar ganjil di kota Bandung, yaitu area permakaman. yang pasti bukan permakaman umum biasa, melainkan permakaman khusus bagi orang-orang  Eropa yang bermukim di kota Bandung, pemakaman orang orang Eropa tersebut biasa disebut Kerkhof yang pada waktu itu terletak di Kebon Jahe. Kenapa tidak biasa? Ya seperti yang kita tahu, makam-makam orang Eropa biasa diberi hiasan-hiasan secantik mungkin sehingga mengurangi kesan angker di kompleks makam.

     Bentuk hiasan makam tersebut bermacam-macam, ada patung-patung marmer yang indah berbentuk malaikat atau bidadari, pot-pot bunga berbahan porselen, gelas, sampai kuningan pun ada. Nisan-nisan berbagai ukuran dan bahan diukir dengan indah. Kadang nisan itu berbentuk prasasti dengan ukuran sampai sebesar pintu rumah dan diletakkan terbaring di atas tanah. Ornamen makam pun bermacam-macam, semuanya bergaya tradisional Eropa. Membuat kesan makam atau kuburan hilang, berbeda dengan makam makam lokal yang selalu dihinggapi oleh kesan atau nuansa angker.
     
      Cerita keadaan Kerkhof Kebon Jahe dan kegiatan pelesiran di kawasan tersebut dituliskan juga oleh Us Tiarsa dalam bukunya “Basa Bandung Halimunan” (Penerbit Yayasan Galura, 2001). Kerkhof Kebon Jahe dalam kenangan Us Tiarsa adalah tempat yang nyaman, asri, dan banyak mendapatkan kunjungan masyarakat, bukan hanya warga sekitar tetapi juga datang dari daerah lain di Bandung. Bunga-bungaan yang tersusun indah dan pohonan yang meneduhkan ditanam di seluruh penjuru permakaman.

     Kaum tua biasa berkelompok mengobrol atau membaca buku di tempat teduh, sering tampak orang-orang bermain catur. Yang remaja main lompat-lompatan antarsuhunan makam, sedangkan anak-anak bermain kucing-kucingan atau berburu potongan marmer untuk dijadikan kelereng. Potongan marmer dibentuk bulat dengan cara dipukuli memakai besi tumpul, lalu dihaluskan menggunakan hampelas. Kadang, marmer itu ditumbuk sampai menjadi bubuk halus dan dijadikan bubuk pembersih porselen atau barang kerajinan.

      Tapi Kerkhof Kebon Jahe sudah lama hilang dari Kota Bandung. Kompleks permakaman ini dibongkar pada tahun 1973 untuk dijadikan lapangan olah raga yang kita kenal sekarang dengan nama GOR Pajajaran. Sejumlah makam yang ada dipindahkan ke beberapa lahan lain seperti ke Permakaman Kristen Pandu, Sadangserang, dan kompleks makam di sebelah barat Tamansari. Entah bagaimana pemilihan makam yang dipindahkan itu tetapi sepertinya tidak semua makam terpindahkan. Mungkin sebagian rusak dan hancur, lalu musnah. Sebagian lagi tercecer di sana-sini seperti sebuah nisan besar yang dijadikan alas cucian warga di sekitar mata air Ciguriang.



prosesi pemakaman di kerkhoff pandu 



 sumber foto :
https://mooibandoeng.wordpress.com/2014/04/29/1269/

 sumber :
https://mooibandoeng.wordpress.com/2014/04/29/permakaman-bandung-tempo-dulu/
















Balai Kota Bandung, Kisah sebuah Gudang Kopi

Balaikota Bandung... Sebuah gedung yang bernuansakan Putih, yang berada di Jalan Wastukancana. Gedung yang juga diapit oleh Jalan Ace...